Selasa, 14 Juni 2011

Kenduri Cinta Juni 2011: "Dari Sana... Sini... Kemari"

Ditulis Oleh: Red KC/Ratri Dian Ariani
Kenduri Cinta bulan Juni ini diawali dengan pembacaan juz ketiga Alquran dan shalawat, yang kemudian dilanjutkan pemaparan mengenai latar belakang pemilihan judul Kenduri Cinta bulan ini. “Judul ini maksudnya ajakan, perintah, petunjuk, atau apa? Yang jelas kalimat itu menunjukkan lokasi. Sebelum menemukan arah, kita pasti mencari petunjuk. Bahwa dengan adanya KC, yaitu sebagai majelis ilmu, kita belajar dan belajar untuk mengenali lagi petunjuk itu : apa, di mana, bagaimana cara mencarinya, dan apakah benar-benar berasal dari Allah? Intinya adalah Innalillahi wa inna ilaihi rojiun,” begitu papar Mas Adi. Mas Parman menyambung, “Judul KC kali ini sangat menarik. Kalau di Brebes ada sing kana kene, mrene. Ungkapan itu mengandung makna tersirat maupun tersurat. Yang mengatakan kalimat itu pasti adalah pihak yang tidak bergerak. Misalnya dalam shalat Jumat, ta’mir masjidlah yang ngomong ‘Dari sana sini, kemari’. Begitu pula di gereja, dan sebagainya.” “Gerak tangan dan anggota tubuh yang lain, semuanya bergerak ke arah hati. Dalam surah Yaasiin, kita diminta pertanggungjawaban atas semua perbuatan kita.” “Manusia ini yang awalnya tidak ada kemudian menjadi ada, suatu saat pasti akan kembali ke tidak ada. ‘Tidak ada’ yang pertama berarti belum ada; yang kedua adalah ‘tidak ada’ setelah kita ada.” Dalam kesempatan kali ini Bang Mathar menjelaskan mengenai hari jadi kota Jakarta, “Penetapan hari ulang tahun Jakarta tanggal 22 Juni itu sangat panjang ceritanya. Gubernur Sudiro melalui SK tahun 1957 dengan konsiderans, melalukan penetapan itu untuk menjinakkan Masyumi. Babad Tanah Cirebon dan Priangan jilid 1 tahun 1901 mengungkap kekeliruan penetapan hari lahir Jakarta,” “Fatahillah tidak pernah meninggalkan satu langgar atau masjid pun. Mana mungkin itu bisa disebut Islamisasi?” Usai prolog, disajikan beberapa hiburan. Yang pertama ada Mas Gombloh (bernama asli Sudjito) yang membawakan beberapa lagu. Kemudian disusul oleh Mas Ari (Asep Tohari) yang membawakan puisi berjudul ‘Doa di Pinggir Trotoar’, lantas kolaborasi apik dari Mbah Yuli dan Mas Anjar yang juga membawakan beberapa buah lagu; salah satunya dengan penggalan lirik seperti di bawah ini : Islam cinta perdamaian Kristen penuh kasih sayang Hindu-Buddha tak suka bertengkar Bicara lintas agama, hukum, serta moral bangsa Hanya ada di Kenduri Cinta Lestarikan budaya Lestarikan budaya “Anda paling tidak adalah generasi baru yang berpikiran tua. Bagaimana menurut Anda kepemimpinan generasi muda untuk mampu menggantikan yang tua-tua di atas? Syahrir telah menjadi perdana menteri pada umur 31; Hatta pada 37; Soekarno 40an; Panembahan Senopati 18. Apakah ada proses kepercayaan? Atau ada keberlanjutan proses? Adakah upaya untuk mentransformasi budaya?” Bang Arya Palguna memoderatori sesi diskusi dengan pertanyaan-pertanyaan itu. “Dua atau tiga tahun lalu saya pernah nulis esai yang dimuat di Kompas atau Gatra, judulnya ‘Generasi Larva’. Hipotesis saya adalah ada lingkaran setan, yaitu dari informasi yang tidak lengkap menghasilkan disinformasi. Disinformasi memproduk konklusi yang salah, di mana konklusi yang salah menghasilkan sikap yang salah. Sikap yang salah kembali lagi akan menghasilkan informasi yang salah, dan demikian seterusnya,” ungkap Sabrang, “Bagaimana untuk memecahkan itu? Secara empiris dapat diperbandingkan pengetahuan dan keberanian bertanya pada generasi lalu dengan generasi sekarang. Yang harus dihasilkan sekolah adalah semakin banyak pertanyaan. Ayo dipotong generasinya! Alternatifnya : bunuh mereka. Tapi kan ya nggak mungkin, maka alternatif lainnya adalah kita tunggu matinya. Kita harus punya rumusan sendiri, dengan cara mempertanyakan. “ “Kita belum punya budaya untuk bertanya kepada diri sendiri. Ada teman saya lama di Kanada yang bernama Hariyanto (dikenal juga sebagai Ted), seorang tokoh sosialis yang sempat lama jadi buronan juga. Ternyata yang dia bahas sangat menarik. Cita-citanya adalah membuat seluruh dunia jadi sosialis. Siapa tahu benar juga lho? Gagasan-gagasan di situ tidak bisa kita tolak seratus persen. Kok lama-lama saya jadi menemukan ada banyak kesamaan juga dengan Islam ya? Komunis itu kan berasal dari kata komunal, yang artinya kebersamaan. Kesimpulan saya sederhana saja : Sesuatu yang baik tidak harus selalu berasal dari yang ‘mengkilat-mengkilat’. Yang baru saya lakukan adalah dekonstruksi diri saya sendiri. Ini harus berasal dari pikiran saya sendiri.” “Tidak ada proses mengajari. Yang ada adalah proses memberi kesempatan belajar. Pada bayi, misalnya, tidak ada yang mengajarinya. Kalau kata CN, Tuhan sendiri yang mengajari. Tentu cara Tuhan mengajari tidak seperti cara guru. Seorang bayi tumbuh dan belajar tidak dalam konstruksi sosial. Manusia punya insting untuk mengikuti dulu, prosesnya belakangan.” “Kalau hak asasi menimbang sudah diputuskan oleh guru kita, bagaimana kita bisa bikin generasi baru? Yang saya lakukan tidak banyak. Paling-paling bersama band saya Letto. Lirik itu tentang gagasan, bukan tentang kata-kata. Gagasan ini tidaklah mentah, melainkan harus diasah. Nulis lirik sepanjang pengalaman saya hanya butuh waktu 2 sampai 3 jam, karena gagasannya sudah jelas. Yang saya tulis bukanlah potret kejadian, melainkan skema atau scene nya; sehingga bisa diartikan apa saja. Skema-skema yang saya tuliskan itu merupakan pemantik bagi pendengar.” Uraian-uraian dari Sabrang itu disambung oleh mas Agung Waskito, “Ada suatu berita yang sangat memukul saya sebagai pekerja seni. Sinetron-sinetron sekarang syuting satu hari harus untuk dua episode. Nulis skenarionya juga gitu. Penulisnya anak-anak yang masih baru, sangat muda, tinggal di suatu apartemen mewah dengan mobil, dan kalau ditanya tentang teori penulisan skenario nggak ngerti sama sekali. Karena yang mereka lakukan adalah menonton VCD film-film Korea, India, Barat, dan sebagainya; kemudian menerjemahkannya dan jadilah skenario sinetron.” “Plagiat berarti maling. Itulah yang setiap hari kita tonton. Pada masa lalu – saya masih SMP atau SMA – ada tokoh Ismail Subarjo yang menulis skenario film layar lebar berjudul ‘Perempuan dalam Pasungan’, yang diduga merupakan plagiat terhadap film Hongkong. Awalnya dia mengelak, tetapi setelah dibandingkan ternyata terlihat sangat persis. Dihujatlah dia habis-habisan. Sekarang yang terjadi justru sebaliknya, di mana semuanya plagiat dan nggak ada yang menghujat. Sembilan puluh persen sinetron sekarang adalah seperti yang saya katakan tadi.” “Sebenarnya potensi kita sangatlah besar sekali. Yang sekarang terjadi adalah : siapa yang kita tiru? Maling semua? Seorang yang gagah perkasa, tinggi-besar, tapi untuk menelan ludah ragu-ragu saja bisa jadi presiden.” “Plagiat itu apa sih? Kalau Thomas Alva Edison tidak menciptakan listrik, apakah dunia kita akan gelap gulita? Tidak, karena ada orang lain yang akan melakukannya. Berbeda dengan halnya seni. Kalau misalnya CN tidak menciptakan buku Slilit Sang Kyai misalnya, apa ada yang akan membuatnya? Itulah bedanya penemuan sains dan seni.” “Sekarang kita marah-marah sama Malaysia. Sebenarnya lebih plagiat mana kita sama Malaysia? Stripping sehari 120; kalau setahun sudah berapa?” “Dunia musik masih dihargai, tapi kalau yang lain sudah hancur. Kelihatannya saja kita punya banyak organisasi, tapi sebenarnya tidak punya. Perubahan bisa dilakukan oleh satu orang saja, tapi alangkah indahnya jika itu kita lakukan bersama-sama.” Sekarang giliran mas Andre. “Berangkat dari uraian Sabrang tadi, ada sudut pandang, ada cara pandang, ada jarak pandang. Saya tambahin dua lagi yaitu instrumen pandang dan fokus pandang. Selama ini kita selalu memakai tesis-antitesis-sintesis. Yang lebih cocok menurut saya adalah tesis-protesis-sintesis, karena dalam dialektika, antithesis tidak akan ketemu formula. Dalam teori penciptaan alam, untuk menuju blackhole harus ada bigbang.” “Mumpung sekarang tanggal 10 Juni, ada dalam sejarah tanggal 6 Juni 1901 merupakan hari kelahiran Bung Karno; tanggal 8 Juni 1921 Pak Harto. Kita harus cari titik temu antara Bung Karno dan Pak Harto. Melalui Nasakomnya Bung Karno menekankan bahwa yang penting bukanlah agamanya melainkan metodenya. Pak Harto dengan Trilogi Pembangunannya, menekankan pembangunan fisik.” “Fir’aun dijatuhkan oleh Musa. Bilqis dijatuhkan oleh Sulayman. Strategi Sunan Kalijogo mengawal dari pedalaman ke Demak. Ada Kadipaten Semarang yang paling kaya secara ekonomi, dipimpin oleh Adipati Pandanarang. Kita harus bisa mencari titik temunya.” “Sesuatu yang mikro harus dipertemukan dengan yang makro. Yang hakikat dengan syari’at. Yang wacana dengan yang skill. Yang ruh dengan yang jasad. Harus ada eksekutor, bukan hanya konseptor atau motivator. Jangan mempertentangkan, tapi carilah titik temu.” “Tahun 1992-1997 terjadi krisis ekonomi di Indonesia, yang memunculkan orang kaya tapi miskin. Tahun 1997-2002 krisis politik, melahirkan orang kuasa tapi lemah. Tahun 2002-2007 krisis ilmu; banyak orang pintar yang goblok. Nha, tahun 2007-2012 – silahkan kalau mau dihubungkan dengan kalender Maya – terjadi krisis spiritual, di mana banyak orang alim tapi brengsek.” Ketika dibuka sesi tanya jawab, salah satu tanggapan datang dari Iqbal yang mempertanyakan apakah Pancasila itu produk budaya atau ilmiah. Kemudian dia juga memandang bahwa yang mau mengutak-atik Pancasila itu adalah anak-anak muda yang nggak ngerti sejarah, yang tidak memahami kultur saat Pancasila itu dibikin. Terakhir dia bertanya tentang relevansi Pancasila pada zaman sekarang. Sabrang menanggapi respon tersebut, “Kalau Anda bilang tadi bahwa yang mau mengutak-atik Pancasila nggak ngerti sejarah – dan saya merasa ditunjuk – selamat! Anda benar seratus persen! Cangkir silahkan diambil kapan saja. Justru karena itulah makanya saya bertanya. Anda lebih tahu tapi kok tanya relevan atau nggak? Mosok ahli kok tanya? Yang saya ajak adalah mbok jangan gampang percaya. Kalau kita lihat buku-buku yang beredar sekarang : itu berdasar pengetahuan penulisnya atau berdasar edisi sebelumnya? Nek ada yang salah berarti juga kebawa salahnya. Dasar demokrasi adalah ketidakpercayaan kepada orang lain, makanya ada sistem kontrol.” “Tentang plagiat; kalau Anda bikin skripsi nyonto dari satu skripsi itu plagiat; kalau dari 10 skripsi, itu namanya riset. Piye iki jal? Kalau hal-hal kecil saja kita nggak mampu bereskan, gimana mau ngurusin hal-hal besar? Yang saya tawarkan adalah berpikir kritis. Pertanyakan segala sesuatu. Mari kita berpikir lagi atas keputusan-keputusan Anda. Urip kok mung manut-manut wae.” “Di dalam uang Dollar ada kalimat ‘In God we trust’. Itu berarti Tuhan hadir dalam nilai tukar itu sebagai Sang Maha Kaya. Tapi sekarang kan nggak. Ada pasar uang, pasar saham, pasar modal, dan pasar komoditas,” Mas Andre menambahi, “Hebato apapun, kalau sudah urusan sama sistem, akan di-KO-kan sebelum itu.” “Sekarang ada metode baru untuk mempelajari titik-titik pusaran ideologi, yaitu Hipnoforensic. Kita harus percaya diri. Bangsa Yahudi adalah wangsa Kartika, Aria adalah wangsa Surya (termasuk di dalamnya China). Dravida wangsa Chandra, dan kita adalah wangsa Bumi (pusat).” Lewat tengah malam, Letto hadir menyuguhkan beberapa lagu – sebagian diambil dari album barunya, Cinta Bersabarlah, dan sebagian lagu-lagu lama. “Manusia tidak punya bakat benci. Punyanya bakat cinta. Benci adalah cinta yang terlukai, “ ujar Sabrang. Setelah hiburan dari Letto, giliran Ustadz Widjayanto memberikan kesegaran dengan guyonan-guyonannya tapi tentu saja juga penuh dengan muatan-muatan ilmu. “Setiap orang datang ke sini, pastikan bahwa terjadi 5 hal ini : Bertambah ilmunya Bertambah sahabatnya (saling mengenal di antara sesama)Muncul nilai-nilai ekonomiBertambah baik perilakunyaMembawa keberkahan Demikianlah KC bulan Juni kemudian ditutup setelah berdoa bersama-sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar