Jumat, 17 Juni 2011

Matalakitamata

laki-laki itu,
dipinggiran desa
meminggir disebuah kedai para matalakitamata

laki-laki itu,
dengan tuak berbambu-bambu ditangannya
menenggak air api sampai setengah mabuk

laki-laki itu,
membara,
lara,

menatap mata lawannya satu persatu
serasa hidup
serasa mati
tak menyisakan syara’

mata laki-laki itu, mata
langkah laki-laki itu, kerangka
jiwa laki-laki itu, bayang-bayang
raga laki-laki itu, gara-gara
laki-laki itu,

melembagakan karsa nelangsa
memburaikan dasa rasa
sejuta rasa maksa
memaknai selaksa masa
meraksasa,
di setitik air, memangsa

; “aku haus!”

beri aku anggur untuk mabukku

beri aku cinta untuk dahaga setubuhku

; “aku mau telanjang!”

o, alam

berikan aku nafsu awang-uwung
berikan aku bidadari cakra dari wadag para wali-wali
untuk kubelai
untuk kucucup menelungkup disetangkup kukup

tapi,

jangan di sini
jangan di sana

hidup kita malam hari
tidur kita siang hari
tempat kita dibelantara sembrani nurani

mari,

mari mendekat duhai bidadariku
mari kita bercengkerama bersama dayang-dayang di istana para raja-raja
diperaduan rumah kaca;

ma, ta, la, ki, ta, ma, ta

laki-laki itu,
semakin mabuk,
Matalakitamata

serambi sentul, 12/06/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar